BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
manusia yang ada di dunia ini pasti harus bisa mempertahankan dirinya
masing – masing. Banyak cara yang ditempuh manusia untuk mempertahankan
hidupnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mempertahankan
hidupnya adalah dengan menjalankan bisnis. Bisnis bisa diartikan sebagai
organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan
laba (keuntungan). Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun
menjadi semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan
dana menjadi hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan
usahawan perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan
hukum di dalam mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu
produknya, sehingga dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun
tingkat kebutuhan bagi kalangan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dana
tersebut, saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga
pembiayaan yang bergerak di bidang penyediaan dana ataupun barang yang
akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam mengembangkan usahanya.
Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan nonbank.
Yang
membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank mengambil dana
secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak
mengambil dana secara langsung dari masyarakat. Salah satu lembaga
pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau
biasa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah
satu cara perusahaan memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus
melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah diatur oleh
perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Leasing
juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat
ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada. Bila
dilihat dari propspek kebutuhan pembangunan, usaha leasing jelas dapat
berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai lembaga keuangan
baru, yang khusus bergerak dalam penyediaan barang modal, sebagai
alternative sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai
harapan untuk memenuhi kebutuhan pasarnya yang luas. Potensi bisnis
leasing di Indonesia sudah lama diamati oleh para penanam modal. Sebelum
tahun 1980, jumlah perusahaan leasing yang beroperasi 5 buah. Kemudian
melalui kampanye penggalangan usaha di bidang leasing oleh pemerintah,
animo investor terus meningkat. Tahun 1988 di Jakarta saja sudah
tercatat 83 buah perusahaan leasing yang sudah menjalankan operasinya,
bahkan sudah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI). Beberapa
perusahaan besar juga bergabung dalam Asosiasi Leasing Indonesia,
seperti Adira Finance dan Adira Kredit.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah
ini bertujuan untuk memberikan pemahaman serta memperkenalkan kepada
pembaca sekalian salah satu lembaga pebiayaan yaitu sewa guna usaha /
leasing. Penulis juga membuat makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliahBank dan Lembaga keuangan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Pembiayaan
2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan
Dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tangga 20 Desember 1988, dan dijabarkan leih lanjut melalui Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, Pasal 1,
dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu
badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat.
2.1.2 Bidang usaha lembaga pembiayaan
Adapun bidang –bidang usaha yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan antara lain meliputi bidang-bidang seperti :
· Sewa guna usaha / leasing;
· Modal ventura/venture capital;
Adalah
badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan
modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk
jangka waktu tertentu.
· Perdagangan
surat berharga/securities company; Adalah badan usaha yang melakukan
usaha pembiayaan dalam bentuk perdagangan surat berharga.
· Anjak
piutang/factoring; Adalah badan yang melakukan usaha pembiayaan dalam
bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam
atau luar negeri.
· Usaha
kartu kredit/credit card; Adalah badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu
kredit.
· Pembiayaan
konsumen/consumer finance; Adalah badan usaha yang melakukan pembiayaan
pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan system pembayaran
angsuran atau berkala.
2.2 Sewa Guna Usaha (Leasing)
2.2.1 Pengertian Leasing
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang
telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat
memperoleh barang
modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan
berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan
sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan
dapat memperoleh barang-barang modal untuk operasional dengan mudah dan
cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit kepada bank
yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan
yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing
akan dapat membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya.
Setelah jangka leasing selesai, perusahaan dapat membeli barang modal
yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan sebagian barang modal
tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak
mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing
untuk mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya
dalam hal pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.
Di Indonesia
leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan
dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan
No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal
7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian
Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan
kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang
rumit. Perbedaan jenis leasing menyebabkan perbedaan dalam pengungkapan laporan keuangan,
perlakuan pajak dan akibatnya pada pajak penghasilan badan akhir tahun.
Capital lease dan operating lease sama-sama dikenakan pajak pertambahan
nilai, sedangkan untuk operating lease disamping dikenakan pajak
pertambahan nilai juga dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 23,
hal ini karena diperlakukan sebagai sewa menyewa biasa. Biaya-biaya yang
berkaitan dengan transaksi lease dianggap sebagai biaya usaha bagi
pihak lessee.
Munculnya
lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha
karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk
kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh
dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu
pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih. Disamping
hal tersebut di atas parapengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan
lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.
Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan
fiskal adalah transaksi capital lease diperhitungkan sebagai
operational lease pembayaran lease dianggap sebagai biaya mengurangi
pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari
segi komersial.Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu
pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan
dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP-
122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7
Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan
pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi
perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang
telah disepakati bersama”.
Equipment
Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai
berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk
menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh
lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan
lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran
uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu”.
2.2.2 Teknik – teknik pembiayaan Leasing
Teknik
pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang
secara garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu:
1. Finance Lease Finance
lease merupakan suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara
lessor dengan lessee dengan pemberian hak opsi kepada lessee pada akhir
periode lease. Disamping itu, finance lease dapat dibagi dalam beberapa
bentuk transaksi sebagai berikut:
1) Direct Financial Lease. Transaksi
leasing dalam bentuk direct lease atau sering pula disebut true-lease
atau disingkat direct lease saja merupakan suatu bentuk trnasaksi
leasing di mana lessor membeli suatu barang atas permintaan pihak lessee
dan sekaligus menyewagunausahakan barang tersebut kepada lessee yang
bersangkutan.
2) Sale and Lease Back. Transaksi
leasing jenis ini pada prinsipnya adalah pihak lessee sengaja menjual
barang modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna
usaha atas barang tersebut antara lessor dengan lessee yang dalam hal
ini sebagai pihak yang menjual barnag untuk digunakan selama masa lease
yang disetujui kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan untuk
memperoleh tambahan dana untuk modal kerja. Jadi transaksi leasing
disini bersifat refinancing.
3) Leverage Lease. Pada prinsipnya leveraged lease merupakan salah satu teknik pembiayaan dalam finance lease yang digunakan lessor.
4) Syndicated Lease. Adalah
pembiayaan leasing yang dilakukan lebih dari satu lessor atas suatu
objek leasing. Syndicated lease terjadi apabila lessor karena
alasan-alasan resiko tidak bersedia atau karena suatu alasan tidak
memiliki kemampuan pendanaan untukmenutup sendiri suatu transaksi
leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh lessee.
5) Cross Border Lease. Adalah
transaksi leasing yang dilakukan di luar bataas suatu Negara yaitu
Negara dimana lessor berkedudukan berbeda dengan Negara lessee.
6) Vendor Program. Vendor
program atau disebut juga dengan vendor lease adalah suatu metode
penjualan yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan
leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli
barang.
2. Operating Lease Leasing Dalam
bentuk ini, lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya
dilease-kan kepada lessee. Berbeda dengan finance lease, dalam operating
lease jumlah seluruh pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan
bunganya.
2.2.3 Ciri –ciri Sewa Guna Usaha
Ciri – ciri leasing adalah sebagai beikut:
a.
Leasing merupakan suatu gara pembiayaan. Tentunya masih ada spek –aspek
yang lain pada leasing, namun segi pembiayaan adalah salah satu cirri
utama, baik pada finance lease maupun pada operating lease.
b.
Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda yang
dilease tersebut. Inilah perbedaaan pokok dengn sewa menyewa biasa.
c.
Hak milik benda yang dilease ada pada leasor.d. Benda yang menjadi
objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.
Pengertian benda –benda yang digunakan untuk suatu perusahaan harus
diberi pengertian yang luas, yakni benda –benda yang diperlukan untuk
menjalankan perusahaan, jadi tidak saja mesin –mesin yang hanya dapat
digunakan untuk berproduksi akan tetapi bias juga untuk computer, dan
kendaraan bermotor.
Bentuk perjanjian leasing sebagai berikut:
Dalam perjanjinan leasing paling tidak memuat:
a. Jenis transaksi leasing
b. Nama dan alamat masing –masing pihak
c. Nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal
d.
Harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok pembiayaan,
imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan
asuransi barang modal yang dilease
e. Masa leasing
f.
Ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan
kerugian yang harus ditanggung lease dalam hal barang modal yang
dileasse dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena
sebab apapung. Tanggung jawab para pihak atas barang modal yang
sileasekan. Perbedaan leasing dengan perjanjian lainnya.
2.2.4 Pihak yang berkepentingan dalam Leasing
Dalam usaha leasing, terdapat beberapa pihak yang bersangkutan dalam perjanjian leasing,yaitu :
1.
Pihak yang disebut leasor, yaitu pihak yang menyewakan barang, dapat
terdiri dari bebrapa perusahaan. Pihak penyewa ini disebut juga sebagai
investor, equity-holders, owner-participants atau trustters-owners.
2.
Pihak yang disebut lesse, yaitu pihak yang menikmati barang tersebut
dengan membayar sewa guna usaha yang mempunyai hak opsi.
3.
Pihak kreditur atau lender atau disebut juga debt-holders atas
loan-participants dalam transaksi leasing. Mereka umumnya terdiri dari
bank, insurance company, trust, yayasan.
4.
Pihak supplier, yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan.
Supplier ini dapat terdiri dari perusahaan yang berada di dalam negeri
atau yang mempunyai kantor pusat di luar negeri.
2.2.5 Mekanisme Leasing
Secara garis besar mekanisme leasing dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Lessee
menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jasa barang,
spesifikasi, harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas
barang yang akan di-lease.
(2)
Lesee melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan
barang modal. Pada tahap awal ini, lessee dapat meminta lease quotation
yang tidak mengikat dari lessor. Dalam lease quotation ini dimuat
mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan leasing antara lain: keterangan
barang, harga barang, cash security deposit, residual value, asuransi,
biaya administrasi, jaminan uang sewa dan persyaratan-persyaratan
lainnya.
(3)
Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee
yang berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai
barang modal yang dibutuhkan lessee tersebut. Apabila lessee menyetujui
semua ketentuan dan persyaratan dalam letter of offer, kemudian lessee
menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
(4)
Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi
lessee. Kontrak leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal
antara lain: piihak-pihak yang terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa
leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, tanggung jawab atas objek
leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
(5)
Pengiriman order beli kepada supplier disertai instruksi pengiriman
barang kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang
telah disetujui.
(6)
Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan.
Selanjutnya lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar
dan diserahkan kepada supplier.
(7) Penyerahan dokumen oleh supplier kepada lessor termaasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan barang lainnya.
(8) Pembayaran oleh lessor kepada supplier.
(9)
Pembayaran angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada
lessor selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian
jumlah yang dibiayai serta bunganya.
2.2.6 Manfaat dan Keunggulan Leasing
Manfaat dan kelebihan dari kegiatan atau industry sewa guna usaha/leasing antara lain :
1. Leasing/sewa guna usaha dapat dijadikan sebagai salah satu sumber dana bagi pengusaha yang membutuhkan barang modal, selama jangka waktu tertentu dengan membayar sewa.
2. Usaha leasing/sewa guna usaha dapat memberikan pembiayaan dalam waktu yang cepat.
3.
Dengan perjanjian leasing/sewa guna usaha, suatu perusahaan akan terasa
lebih menghemat dalam hal pengeluaran dana tunai disbanding dengan
membeli secara tunai.
4. Mempunyai keunggulan –keunggulan sebagai alternative baru bagi pembiayaan di luar system perbankan, misalnya :
· Proses
pengadaan peralatan modal relative lebih cepat dan tidak memerlukan
jaminan kebendaan, prosedurnya sederhana dan tidak ada keharusan
melakukan studi kelayakan yang memakan waktu lama.
· Pengadaan kebutuhan modal alat
· alat
berat dan mahal dengan teknologi tinggi amat meringankan terhadap
kebutuhan cash flow-nya mengingat system pembayaran cicilan berjangka
panjang.
· Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biaya – biaya modal menjadi lebih murah dan menarik.
· Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah dan sederhana.
2.2.7 Tiga Bentuk Ikatan dalam Hukum Perdata
Dalam
Hukum Perdata, ada tiga bentuk ikatan yang mirip satu sama lainnya,
namun berlainan dalam hukumnya yaitu antara sewa guna usaha/leasing,
sewa beli, dan jual beli secara angsuran. Baik perjanjian sewa beli
maupun jual beli dengan angsuran ketentuannya belum diatur dalam
KUHPerdata. Maka dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor
34/KP/II/80 tanggal 1 Februari 1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha
Sewa Beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran (credit sale) dan
sewa (renting).
· Sewa Beli (hire purchase)
Sewa
beli merupakan jual beli barang di mana penjual melaksanakan penjualan
barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh
pembeli yang dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati
bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas
barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setealh jumlah
harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.
· Jual beli secara angsuran (credit sale)
Jual
beli secara angsuran adalah jual beli di mana penjual melaksanakan
penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran yang
dilakukan oleh pembeli dalam bebrapa kali angsuran atas harga barang
yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian,
serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli
pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Persamaan
antara perjanjian leasing dengan kedua perjanjian di atas adalah bahwa
pada perjanjian leasing, lesse membayar imbalan jasa kepada lessor dalam
waktu tertentu. Sedangkan pada perjanjian sewa beli dan jual beli
dengan angsuran, pembeli membayar angsuran kepada penjual dalam waktu
tertentu sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perbedaannya dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Perbedaan dengan jual beli
1.
penyerahan hak milik pada jual beli pasti terjadi setelah pembeli
membayar harga barang yang dibeli, sedangkan pada leasing penerahan hak
milik terjadi apabila lesse menggunakan hak opsinya.
2.
jual beli adalah suatu jenis perjanjian nominative yang bukan merupakan
jenis lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adalah jenis perjanjian
innominatife yang merupakan lembaga pembiayaan.
b. perbedaan dengan sewa menyewa
1.
pada leasing, masalah jangka waktu perjanjiannya merupakan focus utama
karena dengan berakhirnya jangka waktu lesse diberikan hak opsi.
Sementara itu, pada sewa menyewa, masalah waktu bukan focus utama .
2.
sewa merupakan jenis perjanjian nominative, yaitu suatu jenis
perjanjian yang sudah diatur dalam KUH Perdata. Sementara leasingadalah
suatu jenis perjanjian innominatif, yang disebut sebagai salah satu
lembaga pembiayaan badan usaha.
3. para pihak dalam leasing adalah badan usaha sedangkan dalam sewa menyewa para pihaknya perorangan.
4. pada leasing biasanya dibutuhkan jaminan –jaminan tertentu, sedangkan pada sewa menyewa tidak diperlukan jaminan.
5, pada leasing disertai dengan hak opsi, sedangkan pada sewa menewa hak opsi tidak diperlukan.
c. Perbedaan dengan sewa beli
1.
Dalam sewa beli peralihan hak milik pasti terjadi setelah berakhir masa
sewa, sedangkan pada leasing peralihan hak milik terjadi jika lease
mempergunakan hak opsinya
2.
Sewa beli merupakan jenis perjanjian innominatif yang tidak termasuk
lembaga pembiayaan, sedangkan leasing adlah lembaga pembiayaan.
3. Dalam leasing ada tiga pihak yang terlibat, yaitu lesse, lessor, dam supplier, sedangkan pada sewa beli hanya dua pihak.
2.2.8 Aspek perpajakan yang berkaitan dengan leasing.
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Berdasarkan
Undang-undang no 17 tahun 2000 dan surat Keputusan Menteri Keuangan RI
No. 1169/KMK.01/1991 Pasal 16 ayat 2 menyatakan: “Lessee tidak memotong
pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar
atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi”.
Dalam pasal tersebut dengan jelas menyatakan bahwa angsuran-angsuran
atau pembayaran yang diterima lessor dari lessee untuk jenis transaksi
finance lease tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
Pasal 17 ayat 2 menyatakan:
a.
Pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang
oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
b.
Lessee wajib memotong pajak penghasilan pasal 23 atas pembayaran sewa
guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
Pasal
17 ayat 2a mengatur tentang perlakuan pembayaran leasing oleh lessee.
Di sini dijelaskan bahwa pembayaran leasing dari lessee kepada lessor
untuk transaksi operational lease diperlukan pemotongan pajak
penghasilan pasal 23 karena menurut pajak diperlakukan sebagi
sewa-menyewa biasa.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Perlakuan PPN atas transaksi capital lease:
1) Berdasarkan ketentuan pasal 13 Peraturan Pemerintah
nomor 50 tahun 1994 huruf d dan e, Pengumuman Direktur Jenderal Pajak
No. Peng- 139/PJ.63/1989 dan Pasal 1 angka 4 Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep05/PJ/1994, penyerahan jasa dalam transaksi capital
lease dari lessor kepada lessee adalah penyerahan jasa yang terutang
PPN, karena lessor sebagai perusahaan jasa persewaan barang dengan demikian adalah pengusaha kena pajak.
2)
Pengalihan barang dalam transaksi operating lease bukan merupakan
penyerahan barang kena pajak karena pengalihan barang tersebut adalah
dalam rangka persewaan biasa.
3) Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari Nilai Penggantian.
4)
PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3) merupakan PPN Keluaran bagi
lessor dan merupakan PPN Masukan bagi lessee dalam hal lessee adalah Pengusaha
Kena Pajak. PPN yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP)
yang dilease merupakan PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan
PPN Pajak Keluaran lessor.
b.
Dalam hal transaksi sale and lease back tanpa hak opsi, PPN masukan
atas perolehan barang tidak boleh dikreditkan oleh lessee. Dalam hal
lessee kemudian melease kembali barang tersebut, maka lessor harus
mengenakan PPN yang terutang atas jasa persewaan barang yang dilakukan.
Lease : Suatu kontrak sewa atas penggunaan harta untuk suatu periode tertentu dengan sewa tertentu.
Lessee : Pemakai aktiva yang akan di lease. Perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan leasing.
Lessor : Pemilik dari aktiva yang akan di lease.
Lease term: Jangka waktu lease yang tetap dan tidak dapat dibatalkan, termasuk:
a. Periode yang mencakup hak opsi untuk memperbarui kontrak leasing.
b. Periode yang mencakup digunakannya hak opsi untuk membeli aktiva yang dilease.
c. Periode dimana lessor mempunyai hak untuk memperbarui atau memperpanjang masa lease.
d.
Periode dimana denda dikenakan bagi lessee atas kegagalannya untuk
memperbarui lease dan jumlah denda tersebut dijamin pada permulaan
lease.
e.
Periode yang mencakup hak opsi pembaruan yang biasa yaitu diberikan
jaminan oleh lessee atas utang lessor yang mungkin terjadi.
Residual Value: Nilai leased asset yang diperkirakan dapat direalisasi pada akhir periode sewa.
Security Deposit (SD): Jaminan kas yang diminta lessor dari sewa lessee untuk menjamin pembayaran sewa atau kewajiban sewa lainnya.
2.2.9 sumber-sumber dana leasinng
Sumber dana usaha leasing dapat berasal dari modal intern,yaitu :
1. Modal
di setor (paid up capital),yang sejak tahun 1984 diubah menjadi Rp.1000
juta bagi perusahaan swasta nasional dan Rp.3000 juta pagi perusahaan
join venture.
2. Laba di tahan (retained earning).
3. Depresiasi.
Di
samping itu,sejumlah lembaga-lembaga keuangan dan perusahaan –perushaan
leasing khusu menyediakan dana untuk leasing suatu perusahaan. Suatu
perusahaan yang sedang mencari dana untuk keperluan ini akan memperolah
keanekaragaman lembaga-lembaga yang berkepentingan terhadap usahanya.
1. Bank-Bank.
Bank-Bank komersial yang besar telah menjadi makin tertarik dalam
pembiayaan leasing.Baik secara langsung ataupun melalui penggunaan suatu
perusahaan yang memegang perusahaan lain. Suatu perusahaan akan membuat
ketetapan-ketetapan untuk membeli peralatan dan mengleasekannya kepada
seorang pelanggan.Ini memberi peluang kepada bank itu untuk menyediakan
pelayanan sampingan,yang membantu penarik pelanggan untuk usaha-usaha
yang lain dan pelayanan-pelayanan keuangan.
2. Perusahaan-Perusahaan
asuransi jiwa.Perusahaan-perusahaan ini telah menjadi populer dalam hal
leasing jangka panjang untuk real estet.Suatu perusahaan asuransi jiwa
mempunyai aliran-aliran kas yang besar yang dapat di investasikan sampai
dibutuhkan untuk melakukan pembayaran-pembayaran polish.Uang ini
seringkali di investasikan pada gedung-gedung kantor atau gudang
yang,dileasekan pada pemakai atas dasar suatu finacial,servis ataupun
lease.
3. Perusahaan-perusahaan
pelayanan keuangan.Perusahaan-perusahaan keuangan yang komersial dan
perusahaan-perusahaan leasing merupakan sumber-sumber dana penting untuk
mesin-mesin dan peralatan-peralatan.Perusahaan-perusahaan ini biasanya
mengkaryakan seorang staf yang berasal dari para ahli yang benar-benar
terkenal dengan resale market untuk perlatan-peralatan yang khusus dan
yang dapat mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan persetujuan
lease.
2.3 Sejarah leasing di Indonesia
Leasing di Indonesia mulai muncul pertama kali pada tahun 1974. Pada awal kemunculan leasing ini
tidak menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Hingga tahun
meningkat menjadi 8 buah perusahaan. Perkembangan ini mencapai puncaknya
pada akhir tahun 1984 dengan jumlah perusahaan sebanyak 48 buah. Hal
yang sangat menggembirakan adalah peningkatan ini juga dibarengi dengan
peningkatan besarnya kontrak leasing yaitu sebesar Rp 436, 10 Milyar. Perkembangan tersebut bisa dilihat di bawah ini.
Tahun
|
Jumlah Perusahaan Leasing
|
Besar Kontrak/Rp Milyar
|
1980
|
5
|
22,6
|
1981
|
8
|
32,4
|
1982
|
17
|
135,6
|
1983
|
35
|
277,1
|
1984
|
48
|
436,1
|
Munculnya lembaga leasing
ini merupakan suatu alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena
saat ini memang sulit didapat dana rupiah untuk jangka waktu menengah
dan panjang. Sedangkan melalui leasing mereka bisa memperoleh
dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dalam jangka
pengembalian antara 3 tahun hingga 5 tahun atau lebih. Disamping itu
para pengusaha juga memperoleh keuntungan dari adanya peraturan yang
berlaku dimana untuk kepentingan pajak transaksi leasing diperhitungkan sebagai operating lease sehingga lease rental dianggap sebagai biaya yang bisa mengurangi pendapatan kena pajak.
Problem yang masih dihadapi oleh perusahaan leasing
di Indonesia adalah mengenai peraturan bebas bea masuk untuk
barang-barang modal yang diimpor untuk kepentingan PMA dan PMDN yang
telah disetujui oleh BKPM.
- Unsur-Unsur Perjanjian Pada Leasing
Ada 10 unsur-unsur penting yang terdapat pada perjanjian leasing. Unsur-unsur tersebut antara lain adalah:
- Negosiasi: Calon lesse melakukan negosiasi dengan supplier mengenai barang yang dibutuhkan. Negosiasi ini melputi tentang harga, jenis barang beserta seri atau tipenya dll.
- Supplier: Yaitu pabrik penghasil barang, dealer ataupun distributor dari barang yang dibutuhkan oleh lessee
- Lessee: Yaitu pihak yang akan memakai barang yang akan dileasekan. Merupakan pemilik barang secara ekonomis dan ia pula yang bertanggung jawab atas perawatan barang, asuransi, dan hal-hal yang berkenaan dengan pengoprasian barang tersebut.
- Lessor: pihak yang memiliki barang yang menjadi obyek perjanjian leasing
- Kontrak leasing: Kontrak yang dilakukan antara lessor dan lessee yang merupakan landasan hukum atas perjanjian leasing yang telah disepakati bersama
- Harga barang: Merupakan harga final yang telah dinegosiasikan antar lessee dan supplier dan juga merupakan harga yang dibayar oleh lessor kepada supplier
- Hak pemilikan barang hak ini mulai dilimpahkan kepada lessor pada saat pembayaran telah dilakukan
- Pembayaran rental: Pembayaran ini dilakukan berdasarkan bulanan, kuartalan, ataupun tengah tahunan atas penggunaan barang selama masa perjanjian leasing
- Periode leasing: merupakan masa berlangsungnya perjanjian leasing yang telah disetujui bersama antara lessor dan lessee
- Nilai sisa: Berdasarkan nilai sisa yang telah disetujui bersama (menurut peraturan besarnya nilai sisa minimal adalah 10% dari harga barang tersebut). Maka lessee mempunyai hak untuk membeli barang tersebut.
Penjelasan diatas merupakan unsur-unsur yang terdapat pada perjanjian leasing.
2.4 Leasing Secara Syariah
Secara
teoritis proses transaksi leasing terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap
pra-periode leasing, tahap periode leasing, dan tahap pasca periode
leasing. Tahap pra-periode leasing diawali dengan adanya kebutuhan
lessee yang membutuhkan barang modal serta pembiayaannya. Pihak lessee
akan menghubungi dan merundingkan kebutuhannya dengan calon supplier dan
calon penyedia dana (lessor). Pada tahap periode leasing, lessor
sebagai pemilik barang modal memantau transaksi leasing untuk mengetahui
apakah lessee telah memenuhi segala kewajibannya sesuai dengan
perjanjian leasing. Penyimpangan oleh lessee dalam memenuhi kewajibannya
dapat mengakibatkan lessee kehilangan haknya dan menanggung segala
resiko yang ditimbulkannya. Sedangkan tahap pasca periode leasing,
setelah lessee memenuhi segala kewajibannya kepada lessor termasuk
seluruh pembiayaan lease, maka lessee dapat menggunakan hak pilih yang
diberikan kepadanya untuk membeli barang modal yang disewakan atau
memperpanjang perjanjian leasing.
Karena
dalam sistem leasing belum dapa terbebas dari bunga, maka bank syariah
memberikan pembiayaan sewa dan jual beli tidak menggunakan istilah
leasing, namun ijarah muntahia bit tamlik. Ijarah muntahia bit tamlik adalah
akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi
perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad
sewa. Selain usaha tersebut juga mempraktekkan salah satu jenis ijarah dalam sistem pembiayaan, yaitu: ijarah mutlaqah, bai at takjiri, dan musyarakah mutanasiqah. Ijarah mutlaqah adalah proses sewa menyewa yang biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian seharihari. Bai` at takjiri adalah
suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini
pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian
merupakan pembelian barang secara berangsur (hire purchase). Musyarakah mutanasiqah merupakan kombinasi antara musyarakah dengan ijarah.
Bahkan bank syariah dapat juga memberikan fasilitas sewa kepada
nasabahnya untuk penggunaan satu jenis barang tertentu dengan cara:
(1) pada awalnya bank membeli aset yang dibutuhkan nasabah,
(2)
bank menyewakan aset tersebut kepada nasabah untuk jangka waktu
tertentu, dan tarif sewa dan persyaratan lainnya harus telah disepakati
terlebih dahulu oleh kedua belah pihak. Dalam melakukan transaksi ijarah muntahia bit tamlik, bank syariah melakukan ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan.
2.5 Persoalan yang berhubungan dengan keputusan leasing
Banyak
argumen mungkin ditawarkan bagi suatu perusahaaan untuk menglease
daripada meminjam atau sebaliknya.beberapa benara,tetapi suatu
perusahaan mungkin pertimnbangkan di dalam mengevaluasi
alternative-alternative leasing yg tersedia. Ini akan di bahas pada
bagian-bagian berikutnya.
1.Pengeluarn kas investasi (Cash Outlay )
Apabila
perusahaan membeli aktive,mereka biasanya dituntut membuat suatu cash
outlay dengan segera untuk pembagian besar dari harga pembeliannya.
Sisanya di biayai melaui utang,sebagaimana dengan hipotik.dengan leasing
di tuntut kas outlay semacam ini. Leasing menujukan pembelanjaan 100 % .
Jadi,dengan alasan itu perusahaan-perusahaan yang kekurangan kas dapat
memperoleh aktiva lebih cepat dengan leasing daripada membeli aktiva.
Penghindaran dari kas outlay bisa atau tidak bisa menjadi suatu
kelebihan masing-masing dari pada pembelian kebenaran dari alasan ini
tergantung dari posisi keuangan perusahaan. Sebaliknya,jika suatu
perusahaan sedang kekurangan dan tidak mampu meminjam karena beberapa
alasan,maka penghindaran dari cash outlay akan menjadi suatu keuntungan
leasing sebagai suatu alternaitve pembelanjaan.
2. Biaya leasing yang tinggi
Biaya leasing pada umumnya lebih mahal dari pada meminjam karena beberapa alasan yaitu :
1. Keuntungan
lessor. Suatu perusahaan leasing harus mengganti uangnya pada tingkat
yang dapat di bandingkan dengan tingkat pasar lainnya dan kemudian harus
membebankan suatu premium kepada lessee. Premium ini menunjukan suatu
laba bagi lessor atas penetapan leasing.
2. Pembayaran
keahlian.Perusahaan leasing harus mempunyai karyawan-karyawan yang
berpengetahuan luas mengenai semua aspek dari peralatan atau real estet
yang sedang di leaskan. Biaya nasehat ahli di bidangnya yang diperlukan
untuk menyusun suatu persetujuan lease harus dimasukan kedalam
pembayaran-pembayaran lease.
3. Bertalian
dengan pelayanan.Seringkali suatu persetujuan lease menyangkut
pelayanan yang bertalian dengan peralatan. Lease harus menanggung biaya
peralatan semacam itu kedalam pembayaran-pembayan lease.
Meskipun
pada umumnya di nyatakan bahwa leasing lebih mahal,biaya real
sesungguhnya dari leasing di bandingkan dengan biaya utang dapat
ditentunkan melalui analisis aliran kas,dengan menggunakan teknik nilai
sekarang atau suatu alat ukur biaya lainnya.Dalam beberapa
kasus,pengetahuan khusus mengenai perusahaan leasing memberi peluang
bagi suatu biaya lease yang lebih rendah sebagai contoh,jika suatu
perusahaan itu mungkin dapat membeli peralataan,perusahaan itu mungkin
dapat membeli peralatan pada suatu harga yang lebih rendah dari pada
perusahaan lainnya. Ini akan memberi peluang bagi perusahaan leasing
untuk memperhitungkan beban-bebannya yang lebih rendah dari pada
perhitungan hutang dan mengakibatkan biaya leasing yang rendah.
2.6 Contoh Sewa Guna Usaha di Indonesia
Sebagai
salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang sewa guna usaha
otomotif, Adira Finance juga mengalami banyak hambatan dalam
mengembangkan bisnisnya. Salah satu kendala yang dihadapi oleh Adira
Finance dalam mengadapi bisnis sewa guna usaha adalah masalah regulasi
yang belum mengakomodasi kepentingan bisnis. Belum ada kejelasan
ketentuan pajak yang mengatur mengenai transaki sale and lease back.
Akibatnya adalah, pajak berganda yang diterima oleh para pelaku industry
sewa guna usaha ini, termasuk Adira Finance. Sale and lease back
merupakan salah satu mekanisme pembiayaan yang dilakukan perusahaan sewa
guna usaha di mana nasabah membeli terlebih dahulu kebutuhan barangnya
untuk kemudian dibiayai melalui perusahaan pembiayaan. Para pengusaha di
bidang pembiayaan ini, termasuk Adira Finance, berharap amandemen
Undang –Undang No. 18/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) oleh
DPR dapat menghilangkan pajak berganda yang menekan industry leasing.
Dalam Pasal IA UU tersebut yang juga merupakan amandemen dari UU No.
8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah itu, dinyatakan yang termasuk dalam
pengertian penyerahan barang kena pajak adalah penyerahan hak atas
barang kena pajak karena suatu perjanjian. Selain itu, disebutkan barang
kena pajak lainnya ialah pengalihan barang kena pajak oleh karena suatu
perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing, penyerahan barang kena
pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang, dan pemakaian
sendiri dan atau pemberian Cuma –Cuma atas barang kena pajak. Dirjen
Pajak menegaskan bahwa UU tersebut akan diamandemen kembali mengingat
masih belum sempurnanya regulasi bagi dunia leasing. Namun, denganadanya
amandemen UU tersebut, para pelaku bisnis pembiayaan termasuk Adira
Finance mengalami sedikit kemudahan dalam menjalankan pajak
perusahaannya. Selain itu, masalah lain yang dihadapi oleh Adira Finance
selaku perusahaan yang bergerak dalam bidang pembiayaan konsumen bidang
otomotif, adalah Adira Finance tidak bisa serta merta menyita kendaraan
dari orang yang tidak membayar cicilam dengan alasan telah terjadi
kontrak karena dalam hukum Indonesia yang berhak menyita adalah
pengadilan. Namun, sebenarnya
Adira Finance dapat mengatasnamakan kebebasan berkontrak yang ia buat
dengan konsumen sehingga Adira Finance berhak menyita kendaraan. Namun,
kontrak atau perjanjian tersebut rupanya dibatasi oleh 3 hal yaitu
kebiasaan, ketertiban umum dan undang –undang. Artinya,
perjanjian kontrak bisa batal demi hukum jika melanggar undang –undang
seperti adanya hak menyita barang yang dikredit jika tidak membayar
angsuran dalam jangka waktu tertentu. Karena yang berhak menyita sesuai
hukum Indonesia adalah pengadilan. Selain itu, perjanjian yang dibuat
oleh hampir kebanyakan perusahaan leasing kendaraan termasuk Adira
Finance dengan masyarakat yang mengkredit kendaraan menggunakan klausula
baku atau perjanjian kontrak yang tidak sesuai dengan UU Perlindungan
Konsumen. Maka dari itu, dibentuklah Perwakilan Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BPKN) di tingkat propinsi dan Badan Pegawasan
Sengketa Konsumen (BPSK) di tingkat kabupaten/kota. Namun, pada
kenyataannya, ada perusahaan leasing kendaraan lain yang tidak mematuhi
BPKN dan BPSK tersebut. Dengan alas an demi keamanan perusahaan dan
perjanjian kontrak, Adira Finance dapat melakukan penyitaan kendaraan
yang sudah tidak dicicil oleh konsumennya. Apabila konsumen tersebut
merasa keberatan, dapat mengajukan sengketa tersebut ke pengadilan
dengan menempuh jalur hukum
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah :
· Dengan
semakin berkembangya dunia bisnis, maka semakin banyak perusahaan yang
terjun ke dunia bisnis. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang terjun
ke dunia bisnis, maka semakin banyak kebutuhan dana dan modal yang harus
dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Hal tersebut mendorong industry
bisnis yang bergerak dalam bidang pembiayaan yang disebut lembaga
pembiayaan.
· Leasing
termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karena yang
dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di
dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk
membeli barang – barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati
bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salah satu jenis lembaga
pembiayaan karena leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang modal.
· Perusahaan
leasing dan lembaga pembiayaan lainnya akan menjadi sector bisnis yang
dapat membantu masyarakat luas yang masih awam dalam sisi pendanaan yang
nantinya akan banyak menarik para pengusaha untuk masuk ke dalam dunia
bisnis.
3.2 Saran
1.
Hendaknya pemerintah dapat mengakomodasi regulasi untuk seluruh
transaksi perusahaan leasing dengan cara membentuk UU khusus dan juga
mengamandemen UU sesuai dengan perkembangan jaman.
2.
Para perusahaan yang bergerak sebagai lessor, hendaknya dapat
memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada konsumen sehingga tidak
terjadi perselisihan antara konsumen dan juga pihak lessor. 3. Lessor
dan lesse saling menghargai hak masing -masing dan menjalankan kewajiban
masing-masing sesuai dengan perjanjian kontrak yang sudah dibuat
sehingga tidak ada perselisihan antara pihak lessor dan pihak lesse.
dear pak fachry,
BalasHapusmau tanya apakah jika di tengah jalan finance lease bisa berubah menjadi operating lease?